Terimakasih Anda Telah Mengunjugi Blog Kami

kumpulan kata bijaksana – nasehat agama – rohani kumpulan pesan-pesan religius rohani – nasehat islami bijaksana – hikmah reliji Tips – saran – nasehat – renungan – hiburan – obat bagi yang sedih karena patah hati – sakit hati – putus cinta – sakit cinta Puisi cinta – kumpulan puisi cinta terbaru
dan kami sangat mohon untuk anda agar meningalkan komentar

Minggu, 15 November 2009

IRLA-ARGOS


Oleh:ARGOS-RASA
H0TLINE:081330446610

SM/dok

PADA akhir tahun 1425 Hijriah, banyak orang melakukan perenungan untuk mawas diri atau introspeksi dengan cara masing-masing. Ada yang melakukan ''tirakatan''. Kata ini berasal dari bahasa Arab: taroka, yatruku, tarakan-tirkatan (telah meninggalkan, sedang/akan meninggalkan, tinggalan). Kata ini berubah menjadi bahasa Jawa: 'tirakatan'.

Pada malam 1 Muharam ataupun disebut malam 1 Sura, biasanya RT dan RW, kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota senantiasa melaksanakannya dengan cara masing-masing. Ada yang membaca Alquran, ada yang membaca berzanji (shalawat Nabi) bersama-sama, ada yang membaca manaqib (sejarah) Syekh Abdul Qadir al-Jailani, bahkan ada yang kungkum di sungai, ada yang mencuci keris, mencuci kreta kencana dan sebagainya dengan niat dan tujuan sendiri-sendiri.

Tirakat dalam dunia tasawuf disebut juga suluk (laku), yaitu melakukan sesuatu untuk menjernihkan hati dengan tujuan memperoleh makrifatullah (mengenal Allah SWT), dengan cara mengurangi makan, mengurangi tidur dan mengurangi berbicara. Dua di antara tiga pengurangan tadi, yakni makan dan tidur merupakan satu paket, sebab orang yang banyak makan biasanya banyak tidur. Karena itu, dalam 'laku' tarekat biasanya kedua hal tersebut (sedapat) mungkin dihindari. Adapun sedikit bicara pun sangat dianjurkan karena orang yang banyak bicara akan banyak pula salah dan dosanya. Karena itu, sahahat Abu Bakar al-Shiddiq pernah ngunyah batu yang dalam istilah Jawa disebut ngemut batu, karena takut bicara yang berlebih-lebihan, lebih-lebih setelah mendengar sabda Nabi Muhammad SAW: Qul khairan au liyashmut (bicara yang baik, kalau tidak bisa, lebih baik diam).

Dalam konteks inilah, orang Jawa membuat acara tirakatan, yakni meninggalkan dalam arti mengurangi, bukannya membuat acara tirakatan tetapi justru makan-makan pesta. Namun itu tidak bisa disalahkan, karena sudah menjadi istilah dalam bahasa Jawa.

Mandi kungkum, mencuci keris dan kretakencana, adalah visualisasi membersihkan hati. Membersihkan hati dilambangkan dengan perbuatan seperti tadi, kadang-kadang kita hanya bisa menangkap makna lahir, tanpa dibarengi dengan menangkap makna batin, akhirnya yang bisa diperoleh adalah kulit luarnya saja. Karena kita sudah telanjur demikian, tidak ada salahnya kalau kita secara bersama-sama bisa menangkap makna yang terdalam daripada gerakan-gerakan fisik tersebut.

Doa Akbar dan Awal Tahun

Biasanya pada acara tersebut diadakan doa akhir dan awal tahun. Pada kesempatan ini hendaknya sama-sama muhasabah (introspeksi diri), apa kesalahan dan dosa yang pernah diperbuat, baik kesalahan dan dosa kepada Allah SWT maupun kepada sesama manusia. Apabila kita merasakan dosa yang kita lakukan, maka rasanya tak layak dan tak pantas kiranya kita menghuni surga Tuhan, namun kalau kita memperhatikan alangkah panasnya api neraka, terus terang kita tidak mampu menanggungnya. Maka jalan satu-satunya ialah memohon ampunan Tuhan, sebagaimana syair yang pernah diucapkan oleh Abu Nawwas yang sangat terkenal sebagai puji-pujian di mushala.

Ber-muhasabah sangat penting bagi setiap muslim atas perilaku yang telah diperbuatnya, sebelum kita dihisab oleh Allah SWT. Sayyina 'Umar ibn Khaththab berkata: "Hasibu anfusakum qabla an tuhasabu" (koreksilah dirimu sebelum kamu dikoreksi). Kita sekarang sudah berada dalam tahun 1424 H, artinya bertambah tahun, berarti umur berkurang, artinya pula bertambah tua. Bahkan ada anekdot yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, yang belum tentu benar bahwa manusia pada sudah tua, sekitar usia 60 tahunan, ada pengurangan kemampuan fisik kita, yakni terkena 5B dan 1L, yakni budeg, blawur, bawel, buyuten dan beser serta lalen (tuli, buta, cerwet, parkinson, sering ke 'belakang' dan pelupa). Inilah tanda-tanda ketuaan. Menurut medis, kedua hal itu tidak ada obatnya, sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW: "Inna likulli da-in dawa-un, illa al-maut wa al-haram" (segala penyakit pasti ada obatnya, kecuali mati dan tua).

Pada usia berapa pun hendaknya kita mengisinya dengan perbuatan yang baik. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: "Raihlah lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni kaya sebelum miskin, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk, sehat sebelum sakit, dan hidup sebelum mati."

Untuk melanggengkan muhasabah itu, hendaknya kita jaga dengan menghayati tiga hal penting, yakni: Muraqabah (pengawasan). Artinya kita merasakan selalu diawasi oleh Allah SWT. Mu'aqabah (sanksi), yakni memberi sanksi kepada diri sendiri, tentu atas dasar manfaat, seperti meninggalkan amal kebaikan diberi sanksi melaksanakan ibadah yang lebih baik, sesuai dengan hadis Nabi SAW: "Ikutilah kejelekan atau kejahatan dengan kebaikan, karena amal kebaikan itu bisa melebur dosa, dan pergauilah manusia dengan akhlak yang bagus." (HR Tirmidzi).

Dan Mu'atabah ala al-nafs (mengkritik pada diri sendiri), suatu kritikan yang sesuai dengan standar Alquran dan hadis, seperti mempertanyakan mengapa kamu berbuat kemaksiatan begini dan begitu, mengapa kamu malas.

Aktivitas di Bulan Muharram

Ada semacam larangan yang tak tertulis, yakni larangan punya 'gawe' pada bulan Muharram atau Sura, adalah perbuatan yang tidak punya dasar, artinya perbuatan sekadar gugon tuhon, perbuatan yang jare-jare (kata orang). Pada hari apa pun, bulan apa pun dan tahun apa pun tidak ada larangan untuk melakukan suatu perbuatan termasuk punya hajat, seperti menikahkan dan menyunatkan.

Pada prinsipnya dalam agama Islam semua hari, bulan, dan tahun adalah baik, semuanya adalah makhluk Allah, mereka tidak bisa membawa bahaya dan manfaat apa pun kecuali seizin-Nya, Nabi Muhammad SAW melarang menjelek-jelekkan waktu. Beliau bersabda: La tasubbud dahra, fainnallaha huwad dahru. (Jangan memaki-maki masa, sebab Allah itu adalah 'masa' itu sendiri). Artinya ia adalah makhluk ciptaan-Nya. Yakinlah dengan keyakinan yang tangguh, tanpa sedikit pun diwarnai keragu-raguan. Kalau seseorang ragu, maka atas keraguan itulah ketentuan Allah akan menimpanya, karena Allah itu 'mengikuti' persepsi hamba-Nya (Hadis Qudus). Wallahu a'lam bi al-shawab.(78t)

0 komentar: